Kamis, 06 Mei 2010

STUDI KOTA RANTEPAO 1975

Pengantar ke Persoalan
Dengan titik tolak semboyan seorang arsitek perkotaan terkenal " Observation is the prime tool to urban design" dapatlah diwujudkan studi kota Rantepao ini. pengamatan selama 5 hari secara sepintas, masih dibawah waktu minimal untuk studi sebuah kota. suasana yang baik untuk perkembangan sebuah kota belum dimiliki oeh kota Rantepao. Sekalipun bila dibandingkan dengan Makale sudah jauh lebih memuaskan.

Ditinjau dari:
1. Jumah penduduknya
2. Ras (golongan)
3. Macam lapangan kerja
4. Dinamika tingkatan hidup
5. Kenikan jumlah penduduk.
maka kota Rantepao masih belum mempunyai ciri sebuah kota.

Maksud studi kota Rantepao ini supaya kita dapat mengusulkan perencanaan segala aktifitas manusia dan hubungan antar aktifitas di "kota" Rantepao.

SURVEY KOTA RANTEPAO.
Sejarah dan latar belakang.
Ketika terjadi pemberontakan di kota Rantepao pada saat penjajahan Belanda, pemerintah Belanda memindahkan pusat pemerintahannya yang semula berada di Rantepao. Pemindahan ini tetap berlaku sampai sekarang. Karena kebetulan obyek-obyek wisata berada di sekitar Rantepao , kota ini daam perkembangannya steah terjadinya pemindahan pusat pemerintahan menjadi pusat pariwisata.
Perkembangan kota ini lebih dinamis dibanding Makale. hal ini terlihat dari adanya fasilitas yang berlebih, luas kota maupun jumlah penduduk.
Adapun yang menyebabkan hal ini mungkin faktor adat dan juga pariwisata. sampai sekarang kota Rantepao dan Makale merupakan dua kota yang terbesar di Kabupaten tana Toraja.

IKLIM
Kota Rantepao sebagaimana Makale yang terletak didaerah pegunungan berudara yang dingin. Didaerah ini banyak turun hujan. Adapun data-datanya adalah sebagai berikut ( curah hujan/banyak hujan bulan perhari):
Januari 457/ 16,5
Februari 423,1/14,9
Maret 380,15/12,9
April 502,7/16,6
Mei 448,5/16,5
Juni 312,15/9,8
Juli 23,15/7,3
Agustus 164/7,1
September 165,8/5,8
Oktober 151,8/6,9
Nopember 334,15/9,8
Desember 436,6/11,6

Penduduk:

Jumlah penduduk kota Rantepao sebanyak 9341 (jiwa) dan ditambah jumlah anak-anak dibawah umur 12 tahun sebanyak 1746( jiwa). penduduk ini tinggal di kampung dengan perincian sebagai berikut:

Kampung Malango Laki 1315 Perempuan 1302
Kampung Paseleh Laki 1595 Perempuan 1975
Kampung Rantepao Laki 1453 Perempuan 1487

Agama:
mayoritas penduduk memeluk agama Krtisten selebihnya merupakan pemeluk agama Katholik, Islam, dan Alukta. Adapun perincian tempat ibadah ialah sebagai berikut:
Gereja Kristen: 11buah
Gereja Katholik: 1 buah
Mesjid : 1 buah

Mata Pencaharian:
Sumber penghidupan yang utama didaerah ini ialah bertani, setelah itu menyusul berdagang. perdagangan ini biasanyahasil pertanian atau hasil kerajinan rakyat.

Fasilitas Umum.
Pasar dan toko.
Keadaan pasar di kota ini cukup baik. Sistim pasar disini adalah pasar keliling, sehingga pasar kota Rantepao hanya ramai setiap 6 hari sekali. Menurut jenisnya di Rantepao dikenal adanya 2 pasar, yaitu pasar kebutuhan barang pokok dan pasar hewan. Pasar hewan ini juga merupakan pasar yang hanya diadakan pada waktu tertentu. Yang dijual meliputi hewan kerbau, babi, dan anjing.
Tentang keadaan toko-toko di Rantepao jumlahnya cukup banyak, tapi kebanyakan menjual barang souvenir kerajinan rakyat. Hal ini mungkin mengingat Rantepao sabagai kota pusat pariwisata di Tana Toraja. Jumlahnya sekitar 100 dan berada disekitar pasar.

2. Hiburan dan rekreasi.
Seperti halnya Makale dan daerah lain di Kabupaten Tana Toraja, fasilitas untuk hal hiburan dan rekreasi hampir dikatakan nol. Tetapi untuk kota Rantepao terdapat sebuah bioskop yang merupakan satu-satunya bioskop di Tana Toraja. Bioskop ini hanya memutar film pada saat tertentu tidak setiap hari.

3. Hotel, wisma losmen, penginapan & restaurant.
Di kota Rantepao jumlah untuk jenis fasilitas ini lebih .banyak dibanding Makale. Wisma ini banyak didatangi wisatawan dalam dan luar negeri. Kebanyakan wisma ini berupa rumah tinggal biasa yang dirombak sedikit.
Restauran yang cukup besar terdapat dikota ini sekalipun tidak cukup banyak. Restaurant ini merupakan tempat berkumpulnya turis-turis dari luar negeri. Disamping itu terdapat banyak warung warung kecil yang tersebar di seluruh kota.

Adapun jumlah tempat menginap berikut namanya ada1ah sebagai berikut:
1. Wisma Maria terbesar milik swasta
2. Wisma Martini milik swasta
3. Wisma Pola milik pwasta _
4. Wisma Malango milik swasta
5. Penginapan Misliani milik swasta
6. Penginapan Carla milik swasta
7. Penginapan Tanabua milik swasta
8. Penginapan Merry milik swasta

4. Pendidikan
Untuk fasilitas pandidikan ini Rantepao dan umumnya Kabupatan Tana Toraja dapat dikatakan cukup memadai. Hal ini karena sekolah-sekoleh swasta yang didirikan oleh missi missi agamq atau yayasan, disamping sekolah yang dibangun oleh negara. Adapun jumlah sekolah menurut jenisnya sebagai berikut:
- STK Negeri/Persit : 1 buah 23 murid
- STK Kristen : 2 buah 79 murid
- STK Islam : 1 buah 29 murid
- SD negeri : 3 buah 885 murid
- SD Swasta Islam : -- --
- SD Swasta Kristen : 2 buah 897 murid
- Sekolah Madrasah : 1 buah 77 murid
- SMP negeri : 2 buah 736 murid
- SMP Swasta kristen : 2 buah 736 murid
- PGAP : 1 buah 44 murid
- SLA Negeri : 3 buah 530 murid
- SLA Swasta Kristen : 1 buah 123 murid
- SLA S.Kristen Subsidi : 4 buah 385 murid
Perguruan Tinggi
- Sekolah.Tinggi Theologi : 1 buah 51 murid
5. Kesehatan.
Kota Rantepao meskipun jumlah penduduknya lebih banyak daripada Makale, tetapi dilihat secara jumlah tenaga medik

Makale mempunyai kelebihan. Adapun jumlah fasilitas ke-sehatan dan macamnya. adalab sebagai berikut :
Rumah sakit Elin (Subsidi pemerintah) 140 kamar, fasilitas BKIA, Puskesmas, Balai Pengobatan, laboratorium,
Rumah Sakit Marabak 10 kamar, fasilitas BKIA Klinik Bersalin , Balai Pengobatan.
Rumah sakit Polisi fasilitas Balai Pengobatan.
Macam dan jumlah tenaga medis :
- dokter 1 orang ( tenaga tetap) dan 1 orang tenaga tak tetap.
- bidan 4 orang
- perawat 3 orang
- jururawat 10 orang

6. Fasilitas air minum dan listrik.
Sampai sekarang diseluruh Kabupaten Tana Toraja belum tersedia fasilitas air minum, dalam arti kata yang sentralisir dan dilola oleh pemerintah daerah. Begitu juga dalam hal menggunakan air untuk keperluan mandi, cuci, kebanyakan penduduk terpaksa menggunakan air pompa atau bahkan air hujan. Hal ini tentunya tidak menjamin kesehatan umum apalagi yang menggunakan air hujan.
Fasilitas penerangan listrik dipakai alat generator seperti halnya di Makale. Jangkauan penerangan inipun hanya sampai batas kota saja. Itupun tidak sepanjang hari hidup terus. tetapi dari pukul 8 sampai pukul 23.00. Karena sumbernya generator sinarnya tidak stabil disamping voltasenya yang rendah, sehingga tidak nyaman untuk membaca.

7. Transportasi.
Seperti halnya Makale sarana angkutan di Rantepao pun hanya berupa bis dan Colt disamping truk untuk angkutan hasil pertanian. Bis untuk trayek jauh (Ujung Pandang) Sedang Colt dipakai untuk trayek-trayek jarak dekat. Bis dan Colt ini untuk angkutan umun- , Adapun trayek dan jenis kendaraannya sebagai berikut:
1. Bis, trayeknya Ujung Pandang- Palopo lewat Makale dan Rantepao.
2. Microbus, trayeknya Ujung Pandang - Rantepao.
3. Colt, trayeknya berpusat di Rantepao ketujuan Tikala, Sa'dan, Palawa, Palopo, Sangala, Makale.
4. Pick-up untuk angkutan hasil pertanian dan pedagang keliling dengan trayek : Rantepao (pasar) ke Tikala, Palopo Sa'dan (pasar), Buntao (pasar), Madandan (pasar),Rembon (pasar), Makala(pasar), Sangala (pasar).

Jumlah kendaraan di kota Rantepao ( Rantepao/Pikala/Lang Tanduk/L.Lipu:
sedan 2/-/-/-
jeep 19/1
truk 22
ambulance 1
pick-up 5
power -/-/-/-
bus 19
bus mini (colt) 8
mobil pemadam kebakaran -
b e m o -
roda tiga 13
bendi
gerobak
sepeda 785/50/44/115
sepeda motor 74/- /1/

8. Perumahan.
Kondisi perumahan di kota Rantapao dibagi menjadi 3 kategori, baik sedang, dan buruk. Rumah dengan kondisi baik sangat sedikit, begitu juga yang barkondisi sedang.
Dengan penduduk lebih kurang 11.000 orang dapat diperkirakan jumlah pintu di kota Rantepao. Dari pengamatan setiap rumah rata-rata dihuni oleh 6 orang. Jadi jumlah pintu lebih kit-rang 1850 buah.
Pertambahan penduduk dikota Rantepao ini diperkirakan 2,5% pertahun. Sehingga harus disediakan lebih kurang 50 pintu setiap tahun. Selain pertambahan karena kelahiran juga banyak pendatang kekota Rantepao. Disamping itu banyak juga pemudanya yang pergi merantau dan tak kembali.

Analisis kota
1. Sejarah kota.
Secara tidak disengaja, Rantapao telah berkembang menjadi kota Tourisrme bukan karena obyek-obyek wisata di Tana Toraja memang tersebar disekitar kota dengan jarak yang tidak terlalu jauh. Bahkan ada yang dapat dicapai dengan berjalan kkaki saja.
2. iklim.
Seperti juga terjadi pada kota Makale, iklim dikota ini juga merupakan gambaran dari iklim. di Tana Toraja umumnya. Hanya saja kota Rantepao lebih bervariasi dalain curah hujannya. Ini mungkin karena Rantepao merupakan dataran yang lebih luas dibandingkan dengan Makale.

Penduduk.
Struktur jumlah penduduk lebih banyak dibandingkan dengan kota Makale, terutama anak-anak berumur 12 tahun kebawah.

Deri data ini terlihat bahwa lebih banyak sekolah-sekolah diperlukan dibandingkan dengan kota Makale.
Agama : data-data survey menunjukkan bahwa perbandingan antara jumlah umat beragama dan tempat ibadahnya sangat menyolok maksudnya adalah bangunan tempat ibadah terlalu banyak. Dan bangunan-bangunan tempat ibadah tersebut biasanya mempunyai areal tanah yang cukup luas.

Mata Pencaharian dari jenis mata-pencaharian terlihat bahwa penduduk -sudah. menyesuaikan diri dengan sifat kotanya, sehingga berdagang merupakan mat a pencaharian yang utama.

Fasilitas Umum.
Pasar, toko, dan perumahan : keadaan sekarang menunjukkan penyebaran yg cukup merata. Pasar terletak ditengah kota, berfungsi sebagai pusat kegiatan kota secara visuil. Toko-toko terletak dipinggir jalan utama berdekatan

dengan pasar, Sedangkan daerah perumahan tersebar dengan merata diseluruh kota, sehingga daerah mixed-use disini

tidak begitu terasa.
Hanya sangat disayangkan tidak adanya ruang2 terbuka untuk daerah rekreasi penduduk kota, Tempat rekreasi terletak diluar kota, satu-satunya tempat hiburan adalah gedung bioskop yang tidak. setiap malan berfungsi. Kemungkinan untuk meningkatkan kemampuan gedung bioskop lebih jauh lagi, misalnya sebagai gedung kesenian masih merupakan tande-tanya mengingat policy' pemerin tah daerah yang lebih mengutamakan pembangunan di desa-desa.Wisma-wisma penginapan yang tersebar diantara kelompok perumahan menyebabkan tersebarnya para wisatawan keseluruh pelosok kota. Apakah ini baik, masih perlu di-pikirkan lebih mendalam mengingat kemungkinan perubahan tingkah-laku dan norma-2 dari penduduk setempat.

Pendidikan: dibandingkan dengan luas kotanya dan jumlah anak-anaknya,STK yang ada sekarang dirasakan masih kurang. Demikian pula, lokasinya tidaK menyebar secara -merata. Penambahan jumlah STK yang tersebar rata diseluruh kota akan lebih memudahkan dalam hal membagi kota menjadi lingkungan-lingkungan kecil dengan STK sebagai pusot ijngkungan tersebut.

Kesehatan ; ditinjau dari jumlah dan fasilitas banguruin pelayanan keseha tan, cukup memadai, Tetapi kembali

kita dihadapkan pada kenyataan seperti terjadi di kota Makale, yaitu kurangnya tenaga dokter. Dengan didirikan dapat dimengerti bahwa kesehatan masih merupakan masalah penting yang harus ditanggulangi di daerah Tana Toraja.

Transportasi : sekali lagi kita melihat adanya kemungkinan pertambahan arus pariwisatawan akan membawa masalah pertambahan volume kendaraan di dalam kota.Rantepao mempunyai lebih banyak dan lebih baik jaringan jalan dibanding kan dengan kota Makale, Yang harus diperhatikan adalah perbaikan sarana jalan lintas antar kota dan memperketat pengaturan mengenai kelas-kelas jalan, yang mana dapat dilalui oleh kendaraan bermotor dan mana yang diperuntukan bagi pejalan kaki. Ini harus dilakukan demi keamanan penduduk kota sehingga bertambahnya kendaraan di dalam kota tidak mengakibatkan bertambahnya kecelakaan lalu lintas. Dari hasil pengamatan atas beberapa faktor yang terjadi di kota Rantepao, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Untuk kebaikan kota Rantepao pada tahap kemajuannya, perlu dipertahankan pola pola yang ada sekarang. Hal ini menyangkut pola jalan, lokasi pasar-pasar, pertokoan dan-pe-rumahan yang jelas. Dengan demikian rencana perkembangan kota dapat dibuat berdasarkan keadaan sekarang.

2. Adalah suatu hal yang baik apabila bangunan pasar, jalan-jalan dan toko- toko disekitarnya lebih ditingkatkan kemampuan teknis bangunannya hingga dapat dijadikan landmark dari kota ini. Juga perlu dipikirkan kelanjutan dari gedung bioskop satu-satunya dikota Rantepao ini. Apakah akan tetap berfungsi sebagai gedung bioskop ataukah diperluas fungsinya menjadi pusat kesenian kota, sebab Rantepao adalah kota Tourisme.

3. Dari denah kota, terlihat bahwa Rantepao adalah sebuah kota radial. Ada jalan lingkar yang mengelilingi kota disebelah luar dan jalan raya antar kota yang menembus ketengah kota. Perluasan dari kota Rantepao sebaiknya mengikuti pola ini. Hal tersebut masih mungkin karena Rantepao lebih merupakan sebuah dataran dibandingkan dengan Makale yang diapit oleh bukit-bukit.

5. Kesimpulan.
Dari hasil survey & analisa diatas maka dapat ditarik kesimpulan tentang kondisi-kondisi kota Rantepao pada waktu sekarang serta kemungkinan2 untuk perkembangan pada masa yang akan datang. Kondisi phisik yang ada sekarang dengan pertumbuhan yang relatif kecil, masih perlu mendapat rangsangan yang terarah untuk kemajuan "kota"-nya. Pertumbuhan fisik ini bila dibandingkan. kota Makale sudah berbeda.
System sirkulasi (traffic) yang baik akan mempertinggi potensi suatu daerah, terutama bila nantinya ada pertumbuhan yeng tiba2. Sebab potensi kota Rantepao sebenarnya besar sekali, hanya masih "tidur".

Sebagai pusat perdagangan kota Rantepao mempunyai kesempatan besar sekali untuk pertumbuhan kota. Di daerah mixed-use kota tampak hidup, dengan keaktifan yang ramai. Sayang nampak sepi di malam hari. Letak kota Rantepao sangat stretegis untuk perdagangan, diharap kan dari sudut ini, sanggup membiayai sebagian besar pembangunan kota.

Kepariwisataan merupakan potensi kedua yang besar juga. Sangat diharapkan pembiayaan pembangunan kota dari arah ini.

Keadaan ekonomi kota Rantepao sekarana masih belum menberikan jaminan bagi investasi modal untuk jangka panjang.
Belum adanya suatu kerangka ekonomi pembangunan kota secara menyeluruh yang dapat membantu dan merangsang perkembangan fisiknya, sehingga permintaan potensil dan permintaan nyata dalam masyarakat belum dapat terpenuhi. Tetapi langkah untuk mencapai ini sudah dekat seHngga secara optimis dapat dikatakan bahwa untuk pertumbuhannya hanya selangkah lagi.

Dibandingkan dengan kota Makale maka keadaan ekonomi kotanya jauh lebih baik, hanya belum ada system dan peraturan yang sangat diharapkan dari pemerintah daerah untuk menambah penghasilan kota, Semua ini sangat tergantung dari management kota.

USUL PERENCANAAN.
Maksud dan Tujuan Perencanaan.
Konsep Perencanaan.
Proses Perencanaan.
Maksud dan Tujuan.
Maksud perencanaan kota Rantepao adalah menjawab tentangan perkembangan dan memberikan arah bagi kemajuan kegiatan kota pada nilai dan proporsi yang sebenarnya,Perencanaan kota Rantepao mempunyai tujuan : -

Menampung kebutuhan akan ruangMemberikan arah dan mengontrol perkembangan kota Rantepao.
Memperbaiki fasilitas dan prasarana.
Mengatasi ketegangan yang timbul antara lalu-lintas kendaraan bermotor dan pejalan kaki.
Memperindah kota dengan kontrol design serta pemasukan unsur-unsur Arsitektur dalam perencanaan fisik.
Konsep Perencanaan,
Kota Rantepao sebagai pusat perdagangan.
Kota Rantepao sebagai pusat pariwisata.
Ekonomi kota.

Proses Perencanaan,
Struktur jalan, .
Jalan utama dikota Rantepao kesebelah selatan menghubungkan dengan kota Makale, kearah barat laut ke Bituuang, sedang ke arah Timur laut menghubungkan kota Rantepao dengan kota Palopo. Pusat perdagangan ada di pasar Rantepao dan sekitarnya. Untuk menenuhi fungsi kota perdagangan dan pariwisata, diusulkan untuk pelebaran jalan ini. Jalan utama ini tetap dua arah, tetapi ditambah satu jalur untuk masing-masing arah. Sedang untuk kebutuhan pasar, toko-toko, kantor,perumahan, parkir sepanjang jalan, dibuatkan jalur lambat. Sedang untuk mengatasi ketegangan antara lalulintas kendaraan bermotor dan pejalan kaki, perlu pula dibuatkan trotoir atau kaki lima.
Jalur pemisah di jalan utama ini perlu dilebarkan dan diberikan penghijauan yang lebih rapat hal ini perlu untuk memberikan suasana kota yang segar. Suatu jalan raya yang besar akan mengundang lalu lintas yang lebih besar, serta mengundang dibangunnya pusat-pusat pertokoan. Untuk melayani distribusi keperumahan tetap dipakai jalan yang sudah ada sebagai jalan kelas dua, yang diusulkan diberikan fasilitas lebih banyak untuk pejalan kaki : berupa trotoir dan pohon2 rindang ditepi jalan. Integrasi antara lingkungan, struktur perumahan, jalanan merupakan satu diantara aspek emosionil dan menciptakan variasi visuil yang indah. Dari segi ekonomi kotanya struktur jalan tetap dipakai jalan yang sudah ada, hanya perobahan fisiknya perlu diperhatikan yaitu merobah jalan kampung menjadi jalan kelas dua. Lalulintas dilihat sebagai faktor yang variabel dan struktur bangunan sebagai faktor tetap, sedang pertambahan
jalan akan disesuaikan degan perkembangan peruntukannya. Diusulkan pula untuk melengkapi jalanan dengan "street furniture" juga untuk pemakaian di malam hari. Dan untuk tahapan pelaksanaannya supaya instrumen prasarana ( riol, listrik, air minum, gas ) dipasang lebih dahulu.

Peruntukan dan Kegunaan Tanah.
Telah diterangkan diatas bahwa pusat perdagangan ada di pasar Rantepao dan sekitarnya , dimana daerah ini dilewati oleh jalan utamanya. Maka penggunaan daerah ini adalah daerah campuran (mix use) . Macam aktivitas di daerah ini adalah : perdagangan, pariwisata, perumahan, hiburan/service. Penentuan penggunaan tanah sebagai mix use ini, sesuai dengan fungsinya, baik dalain perencanaan maupun pelaksanaannya dengan mempertimbangkan ekonomi kotanya dan wajah sejarah wilayah ini. Diperempatan jalan di depan pasar terletak "simbol" kota Rantepao -berupa model rumah tradisionil Toraja, untuk memperkuat kesan monumentil land marknya diusul-kan dibuat bunderan penghijauan yang disesuaikan dengan skala lalu lintas jalan kendaraan dan skala yang seimbang dengan manusia. "Simbol" ini merupakan titik utama dan penting dalam promosi tourisme Tana Toraja. Untuk pasar ini peremajaan perlu pula direncanakan jalan servicenya, diusulkan disebelah barat, sedang entrance utama pasar dari sebelah utara dan selatan, sedang second entrance bisa dari segala arah. Parkir untuk keperluan pasar juga dibagian barat pasar. Terminal bus disediakan disamping jalan utama dekat pasar dengan sistem sirkulasi yang tidak mengganggu jalan utamanya.
Dikiri kanan jalan utama ditengah kota ini digunakan sebagai daerah campuran dengan dasar "mutual accessibility" yaitu kombinasi waktu minimum dengan kemungkinan maximal untuk hubungan ketempat kerja, ketempat perbelanjaan, ketempat rekreasi, kekantor, kunjungan2.

Fasilitas pariwisata dititik beratkan di daerah ini, seperti hotel, amusement center, restaurant-restaurant, toko-toko souvenir, biro ptrjalanan, pos keamanan dan tempat2 hiburan. Untuk kantor kecamatan dan kantor pemerintahan lain diusulkan untuk dipindahkan kesebelah barat didekat bukit, untuk kemudian ruang terbuka dan daerah hijau mulai dari bukit, kantor Kecamatan dan terus sampai Taman Makam Pahlawan.
Kota Rantepao adalah kota perdagangan dan berkembang secara radial, kesebelah Barat pada suatu saat akan berhenti, karena ada bukit. Oleh sebab itu diusulkan untuk perkembangan-perkembangan daerah perumahannya diarahkan kesebelah Timur sampai Makam Pahlawan, dan dapat pula kesebelah Selatan dan Utara.
Untuk perencanaan lingkungannya supaya ada integrasi antara rumah-rumah, kebun-kebun, jalanan dan lapangan-lapangan.

Penempatan fasilitas pendidikan dan agama disesuaikan dengan perumahan yang ada. Sedang fasilitas untuk perkembangan kebudayaan dan pendidikan seperti perpustakaan, theatre, ruang pameran, museum, public hall diletakkan didekat pusat pemerintahan untuk memudahkan hubungan timbal balik dan orientasi ber skala kota.
Sedang fasilitas sosial lain yang sudah ada seperti, Rumah Sakit, Puskesmas, BLIA, dan lain-lain, cenderung untuk tidak dipindahkan sesuai dengan pertimbangan ekonomi kotanya. Dan fasilitas lain yang belum ada seperti station radio,diletakan didekat pusat pemerintahan.
Untuk mengontrol perkembangan lingkungan perlu pula ditambahkan bahwa penggunaan secara maximal suatu daerah tidak hanya diartikan hanya dari segi fungsionil saja, tapi juga dari segi efisiensi dalam suatu keseimbangan.

SUMBER
1. Ceramah Bupati tanah Toraja.
2. Ceramah Pak Kila B.A.
3. Ceramah Pak Papayungan.
4. Keterangan Ne'rebe ( Ke'te)
5. Data dari Kantor Kelurahan di Tana Toraja, Kecamatan, kantor kabupaten.
6. Keterangan pemuka-pemuka masyarakat di Tana Toraja.
7. (buku) Iklim dan Arsitektur di Indonesia oleh Saleh Amirudin ME
8.(buku) Theory and Social Structure oleh Robert K. Merton.

Dikutip dari ;Laporan Kuliah Kerja Toraja 1975
Mahasiswa : Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Ilmu Sosial Universitas Indonesia .
( Agus Adhi, Agus Mulia, Budiono Busyaeri, Saptono Istiawan, Diniari, Alm.Wahyu Sardono ( Dono warkop), Hedi Nursalin Silaban, Listyo Sumantri, Siti Joko, Julizar Amran Abdi, Adhika Bhayangkari, Ronald Londam Tambun, Budi Adelar Sukada, Haryono, Djoko Suryono, Andy Widjaja, Sugianto Lohanda, Azrar Hadi, Robert Lawang, Seniwono Hanifa, Prof . Dipl. Ing Suwondo BS, Prof Valerine, SH, Ir. Yan Ciptadi. Peserta tamu: alm. ibu Wancin Suwondo dan Maruto Suwondo)



Selasa, 04 Mei 2010

EKONOMI PASAR TANA TORAJA.


Kesibukan di Pasar Makale. foto Jan Ciptadi

Suatu gambaran umum dari segi sosiologis.
Pendahuluan.
Pengamatan dan wawancara dengan para "pedagang keliling" dan "pedagang tetap" yang berlokasi dalam pasar, diperkuat dengan pengamatan dan wawancara yang diadakan di desa-desa dan para Pegawai Kantor Pasar. Dari sejumlah data tersebut disusun suatu analisa sosiologis ekonomis dengan urutan sebagai berikut ;
1. Penjelasan konsep-konsep yang digunakan
2. Identifikasi pemasalahan.
3. Kupasan data.
4. Saran-saran untuk jalan keluar.
Konsep-konsep yang digunakan :
a. pasar tetap : pasar yang digunakan setiap hari oleh pedagang yang sama dalam suatu lokasi tertentu di dalam pasar, menurut peraturan yang berlaku; misal : Surat Ijin Pemerintah, Pembayaran Pajak, dan sebagainya. 
b. pedagang tetap : pedagang yang menggunakan "pasar tetap” setiap hari sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
c. pasar keliling ; pasar yang digunakan pada hari tertentu saja oleh pedagang
yang sama pada suatu lokasi tertentu sesuai dengan ketentuan -peraturan yang berlaku.
d. pedagangan keliling : pedagangan yang ikut berkeliling dari satu pasar ke pa¬sar lainnya sesuai dengan jadwal giliran pasar 6 harian.

Identifikasi permasalahan ;
Masalah sosiologis ekonomis yang timbul karena adanya institusi sosial dalam bentuk “pasar keliling", dapat dirumuskan sebagai berikut :
a. sebagai suatu: institusi sosial (pranata sosial) , dapatkah "pasar keliling" di Tana Toraja berfungsi sebagai pendorong kepada tercapainya semangat berusaha (enterpreneurship) bagi para “pedagang keliling"?
b. yang disebut semangat berusaha disini adalah tingkah laku pedagang yang giat, hemat (reinvestasi) , berencana sehingga pada suatu waktu tertentu mereka masih dapat mencapai tingkat kemajuan yang memadai.

Data yang terkumpul menunjukkan adanya kecenderungan bahaya institusi sosial "pasar keliling" membawa persoalan-persoalan tertentu yang dapat menghalangi perkermbangan dan kemajuan para pedagang keliling di Tator.
Misal : masalah hakekat, masalah finansiel, masalah strukturil, dan sebagainya; sehingga pasar keliling sebagai suatu institusi sosial yang bergerak dalam bidang supply dan demand perlu dipikirkan kembali.
c. dari lain pihak perlu dikemukakan bahwa institusi sosial pasar keliling sudah lama dikenal
orang di Tator kedudukannya dalam bidang kehidupan ekonomi cukup sentral. Malah sudah sedemikian mendarah daging ( internalized) sehingga banyak pola tingkah laku sosial diwataki dan didasari oleh Institusi sosial ini. Oleh karena itu persoalan yang timbul adalah : apakah institusi sosial ini dapat merupakan suatu sarana yang relevan untuk suatu pembangunan khususnya pembangunan manusia yang memiliki semangat usaha yang baik ?
Kalau tidak, maka bagaimanakah bentuk yang sebaiknya dapat nenciptakan alam berusaha yang baik?

Kupasan data 2
Pasar sebagai suatu institusi sosial merupakan suatu sarana pembangunan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk memmenuhi kebutuhan dalam bidang permintaan dan penawaran. Untuk merealisir terpenuhinya kebutuhan ini, ada norma-norma yang diciptakan masyarakat untuk memperlancar jalannya ketertiban dan perkembangan yang wajar, Persoalan yang timbul dari adanya pasar keliling ini adalah bahwa sebagai sarana ia tidak dapat lagi menjamin perkembangan usaha yang memadai. Untuk mengenal persoalan itu harus diketahui terlebih dahulu hakekatnya, keadaan faktuilnya, keadaan eksistensilnya, sehingga jelas terlihat dimana ada kekosongan yang tidak dapat diisi lagi oleh sarana tersebut.

a. tujuan pasar keliling 5 pasar keliling sangat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Tator dalam bidang sandang pangan. Keadaan geografis dan fisik daerah Tator cukup menjadi alasan untuk mempertahankan pasar keliling sehingga masyarakat pembeli tidak perlu harus menempuh jarak yang sangat sulit dilalui kendaraan itu. Suatu hal yg sangat menarik untuk diteliti lebih mendalam adalah seberapa jauh institusi sosial ini mempengaruhi kehidupan masyarakat Tator mengingat bahwa bentuk pasar keliling sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda.

Dalam beberapa kali wawancara dengan orang-orang di kampung-kampung ada pertanda yang menunjukkan bahwa kehidupan berekonomi mereka berpusat pada pasar keliling. Pasar diadakan sekali dalam 6 hari. Selama itu mereka sibuk mempersiapkan diri untuk mengikuti pasar sebaik-baiknya.

Kalau kita membagi pasar keliling menurut para pembelinya adalah sebagai berikut : para pedagangan keliling dan pedagang tetap :

Dalam pengamatan yang diadakan di Pasar Makale muncul data yang sangat menarik perhatian, yang tidak diduga sebelumnya tapi justru merupakan bahan yang paling penting untuk pengamatan selanjutnya. Yang akan menuju suatu pengamatan yang lebih mendalam lagi mengenai suatu konsep yang menyangkut pasar keliling.

Dari sini lahirlah hipotesa kerja yang menggiring pengamatan sampai selesai seluruhnya. (lihat "serendipity pattern" dari Robert K. Merton dalam bukunya "Social Theory and Social Structure” khususnya mengenai "research and sociological theory" halaman 32 dst.). 
Yang disebut data yang bersifat "unanticipated anomalous dan strategic" terjadi pada saat berpapasan dengan sejumlah besar pedagangan yang kemarinnya diwawancarai di pasar Sanggila, tetapi bukan dalam rangka mencari data mengenai konsep pasar keliling dan segala persoalannya.

Dari 45 orang pedagang keliling di Makale, ada 28 orang pedagang wanita dan hanya 21 orang pedagang laki-laki. Dari informasi yang mereka berikan ada beberapa orang dari pedagang wanita yang sudah 'kematian suaminya, tetapi sebagiah besar dari mereka berkecimpung dibidang perdagangan karena suka berdagang.

Pertanyaan apakah mereka tidak terlalu repot dan meletihkan berpindah setiap hari dari satu tempat ke tempat lain menurut giliran hari pasar, maka jawabannya adalah mereka sudah biasa dan karena itu sama sekali tidak merupakan persoalan bagi mereka lagi. Akan tetapi setelah muncul pertanyaan apakah yang menjadi persoalan mereka selama menjalankan usaha perdagangan keliling, maka apa yang disebut "bukan persoalan" ternyata merupakan suatu persoalan yang dapat menghambat mereka untuk dapat menjadi seorang pedagang yang baik. Persoalan mereka dapat dikategorikan sbb. :
- persoalan finansiel.
- persoalan organisasionil
- persoalan strukturil.

Finansiel : sebagian besar pedagang keliling ini berasal dari dan keturunan asli Tator. Jawaban yang seragam atas pertanyaan mengapa mereka tidak membuka satu toko yang tetap, jawabnya karena kekurangan modal. Perhitungan yang dikemukakan terutama berdasarkan untung ruginya memakai sistirn pasar keliling atau pasar tetap. Menurut kebanyakan para pedagangan keliling untuk mendirikan sebuah toko yang tetap perlu modal cukup besar dan kekuatan bersaing yang dapat menandingi toko-toko milik orang Bugis, Bone, Enrekang, Ujung Pandang atau Tionghoa. Jumlah uang untuk dapat membuka satu toko yang tetap berkisar 4 sampai 5 juta rupiah.
Persoalan untuk kami adalah pertanyaan: apakah dengan modal sedemikian kecilnya sungguh-sungguh mereka tidak dapat mendirikan sebuah toko yang tetap, atau sebaliknya; kalau mereka diberi modal yang cukup besar maukah mereka melepaskan pola berdagang keliling dan mendirikan sebuah kios atau toko kecil?
Diantara para pedagang itu cukup banyak yang menjalankan usaha dagangnya selama 5 atau 10 tahun. Namun perkembangan usaha selama itu tidak menunjukkan kemajuan yang berarti. Beberapa jawaban menunjukkan keterikatan mereka pada bentuk pasar kelilung didorong oleh beberapa faktor : tidak mau mengambil risiko untuk mengadakan bentuk usaha baru karena modal mereka terlampau kecil. Kalaupun diberi modal, mereka merasa tidak mampu untuk bersaing dengan pedagang-pedagang pendatang. Disini timbulah semacam sikap rendah diri dan nasib, bahwa perdagangan tetap (membuka toko tetap) bukanlah diperuntukkan bagi mereka melainkan bagi pedagang pendatang.
Pada setiap pasar yang mereka datangi mereka mempunyai hutang budi/moril pada para pembeli yang selalu membeli barang-barang mereka dengan sistim hutang. Jalinan "famili" seperti ini kadang-kadang menyebabkan tersebarnya modal para pedagang dibeberapa pasar keliling. Pola pembayaran seperti ini sudah lama dipraktekkan sehingga mereka segan untuk melepaskan bentuk pasar keliling dengan begitu saja.
Mereka tidak mau meminjam uang pada Bank Rakyat Indonesia yang terletak di Rantepao karena meminjam uang pada Pemerintah hanya mendatangkan urusan yang tidak perlu, dan menciptakan persoalan baru. Banyak prosedure peminjaman yang mereka tidak ketahui sehingga enggan untuk berusaha lebih. Keadaan seperti sekarang saja sudah cukup untuk mereka.
Sebagian besar pedagang keliling ini adalah pedagang kecil. Jumlah modal yang dimilikinya tidak lebih dari 1/2 juta. Dengan sejumlah modal tersebut mereka merasa beruntung dengan memakai sistim dagang keliling daripada menetap disatu tempat.

Organisasionil : maksudnya ialah bagaimana mereka bisa rnengorganisir perdagangan mereka sehingga satu waktu mereka dapat mencapai suatu tingkatan tertentu berupa kemajuan yang memadai. Persoalan ini dipertanyakan karena ada beberapa pedagang yang telah berusaha selama 7 -8 tahun dan tetap saja menjadi pedagang keliling dengan modal yang tidak bertambah besar.
Seperti sudah diketahui, pasar keliling setiap hari berpindah tempat sesuai dengan jadwal gilirannya. Jarak satu kelain tempat sebetulnya tidak terlalu jauh namun keadaan jalannya cukup parah, sehingga biaya transportasi cukup tinggi. Dan ini merupakan pengeluaran setiap hari yang harus ditanggung oleh para pedagang keliling. Biaya yang dikeluarkan setiap harinya untuk pangangkutan berkisar 400-500 rupiah. belum lagi pajak harian yang harus dibayar pada setiap kali lewat, karcis masuk antara Rp 100-150,- tergantung dari jumlah barang dagangannya. Makin banyak barang dagangannya makin tinggi pajaknya. Mereka juga harus melunasi pajak tahunan sebesar Rp 750,- Jadi selama setahun biaya pengeluarannya adalah sebesar Rp. 234.750,-
Selain persoalan biaya, jarak perjalanan yang mereka tempuh setiap hari dan urusan persiapan di pagi hari dan pengepakan kembali di sore hari merupakan tugas yang memakan banyak enersi. Kesempatan untuk merefleksikan apa yang mereka kerjakan setiap harinya sulit sekali dilaksanakan. Apa yang dikatakan oleh David Mc Clelland mengenai "knowledge of results of notions" tidak dapat dikembangkan dengan semestinya. Oleh karena itu mereka sendiri tidak dapat menilai pekerjaan mereka sendiri. Mereka hanyut oleh pekerjaan hariannya dan tidak ada kesempatan untuk membangkitkan gairah berusaha yang lebih baik. Yang disebut "long-range planning" terlupakan karena sibuknya mereka dengan pekerjaan jalan-jalan dan menjajakan serta mengumpulkan kembali barang-barangnya. ini merupakan konsekwensi; dari adanya bentuk pasar keliling.

Strukturil : yang dimaksud adalah persoalan perdagangan yang disebabkan karena adanya pola tingkah-laku yng berulang tetap sebagai akibat dari adanya bentuk pasar keliling sebagai suatu institusi sosial.
Seperti sudah diketahui, bentuk pasar keliling sudah dikenal sejak jaman Belanda. Generasi yang hidup sekarang mengenal pasar keliling sebagai suatu institusi sosial yang bergerak dilapangan ekonomi. Dari uraian terdahulu jelas bahwa sebagian besar pedagang keliling adalah orang Toraja asli.
Pedagang-pedagang ini beroperasi di desa-desa, sedangkan di kota beroperasi pedagang-pedagang pendatang, misal : Bugis, Bone, dan sebagainya. Kebanyakan dari pedagang-pedagang ini beragama Islam.
Dari sini timbul pengelompokan pedagang keliling yang beragama Kristen, kebanyakan melayani kebutuhan masyarakat desa; dan pedagang tetap beragama Islam melayani kebutuhan masyarakat kota.
Perbedaan ini sepintas lalu kelihatannya tidak membawa persoalan, namun kalau dianalisa lebih mendalam, struktur seperti ini membawa persoalan yang cukup berarti. Seperti diketahui, sebagian besar penduduk Toraja (308.553 jiwa) beragama Kristen/Protestan/Katholik. 2797 jiwa beragama Islam dan 12.478 jiwa beragama Allu'ta. Sebetulnya perasaan kekelompokkan ini merupakan salah satu sebab mengapa pedagang keliling lebih suka berdagang keliling daripada berdagang tetap. Kelihatan bahwa mereka mengindentitaskan dirinya bukan melalui pekerjaannya, melainkan melalui agamanya. In-group dan out-group feeling cukup kuat. Dari masalah strukturil ini muncul masalah ethis yang menyangkut asli Toraja dan bukan Toraja; masalah religious nenyangkut Kristen dan non-Kristen; masalah mayoritas dan minoritas ; masalah pedagang keliling dan pedagangn tetap, etc.

Para Pembeli :
Untuk memudahkan persoalan, para pembeli dapat dibagi 2 kelompok - pembayar kontan
- sistim hutang.
Yang pertama banyak terdapat dikota, yang kedua banyak terdapat di desa dimana beroperasi para pedagang keliling.
Dalam suatu hubungan yang tertentu proses ini berjalan dengan membawa persoalan yang tersembunyi, yang pada hakekatnya justru merupakan hambatan yang dapat menghalangi kemajuan berusaha para pedagang keliling. Hubungan ini adalah sangat manusiawi dan sangar "familier" dan sudah sedemikian berakarnya sehingga beberapa pedagangan keliling sudah mempunyai hubungan yang tetap dengan orang-orang tertentu dan selalu dengan hutang-piutang. Ini merupakan dasar pengikat "persaudaraan/kefamilian". Dari beberapa orang pedagang keliling diperoleh informasi bahwa mereka punya banyak langganan pribadi seperti yang disebut kan diatas. Atas dasar hubungan ini mereka menjalankan perdagangan kelilingnya sampai saatnya sekarang. Bagaimana cara merubahnya, rupanya cukup menantang para sosiolog.

Pemakai pasar yang bukan pembeli dan bukan penjual :
Kasus ini sangat menarik perhatian. Mereka tidak menjual ataupun membeli barang-barang. Mereka dikategorikan demikian karena apa yang mereka jual/beli sungguh-sungguh tidak berarti dilihat dari waktu yang mereka pergunakan dan uang yang mereka terima/keluarkan. Seperti para pedagang, mereka sudah berada di pasar pada pagi hari dan pulang pada sore harinya. Kalau mereka tidak membawa bekal dari rumah, mereka menanak nasi di pasar secukupnya untuk makan hari itu. Sementara itu mereka minum-minum Balo (tuak), makan sirih, ngobrol, dan sebagainya. Mereka memberi kesan sedang berpiknik saja.
Sementara itu kita melihat bahwa disamping pasar ada banyak pedagang keliling yang terpaksa membentang tendanya sendiri, karena kurangnya lokasi gedung dalam pasar. Kalau pasar merupakan institusi sosial, apakah hal ini tidak bisa dihindarkan sehingga para pedagang keliling dapat menempati pasar dengan lebih enak?. Ini merupakan pertanyaan yang patut diajukan pada Kantor Pasar di kota Makale dan Rantepao. Jawaban yang diadakan adalah bahwa ini merupakan satu kebiasaan yang sulit untuk dirubah lagi.

Saran-saran Penanggulangan :
Diatas telah kelihatan persoalan yang dihadapi oleh para pedagang keliling. Yang perlu dirubah adalah mencari bentuk pasar sebagai satu institusi sosial yang berguna untuk pengembangan usaha perdagangan dan sementara itu dapat melayani kebutuhan masyarakat terutama yang tinggal didesa-desa.
Sistim pasar keliling bisa dan boleh dipertahankan asal prasarana jalan diperbaiki, sehingga mereka tidak banyak dibebani oleh persoalan finansiel. Sebaliknya kalau menekankan persoalan organisatoris, strukturil, para pembeli, dan sebagainya, sebagai satu persoalan yang cukup primer; pendidikan non-formil dan campur-tangan Pemerintah untuk merubah bentuk institusi sosial pasar, sangat diharapkan. Sebagai satu anjuran, misalnya : disetiap ibukota kecamatan diadakan unit-unit perdagangan tetap. Bantuan modal dari Pemerintah sangat diharapkan agar para pedagang keliling dapat mempunyai sebuah toko tetap. Dapat meninggalkan profesinya yang lama dan mau menetap disatu tempat agar dapat berdagang dengan lebih stabil.
Semangat berdagang pada orang Toraja memang ada, namun bila tidak diarahkan dengan baik dengan kekuatan yang datang dari luar; tidak mustahil mereka hanya akan bisa hidup dari hari kehari, gali lubang tutup lubang. Perkembangan yang berarti sulit dilaksanakan selama institusi lama tetap dipertahankan.


Dikutip dari ;Laporan Kuliah Kerja Toraja 1975

Mahasiswa : Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Ilmu Sosial Universitas Indonesia .
( Agus Adhi, Agus Mulia, Budiono Busyaeri, Saptono Istiawan, Diniari, Alm.Wahyu Sardono ( Dono warkop), Hedi Nursalin Silaban, Listyo Sumantri, Siti Joko, Julizar Amran Abdi, Adhika Bhayangkari, Ronald Londam Tambun, Budi Adelar Sukada, Haryono, Djoko Suryono, Andy Widjaja, Sugianto Lohanda, Azrar Hadi, Robert Lawang, Seniwono Hanifa, Prof . Dipl. Ing Suwondo BS, Prof Valerine, SH, Ir. Yan Ciptadi . Peserta tamu: alm. ibu Wancin Suwondo dan Maruto Suwondo)